Pages

Karakter Bangsa Ditentukan Tayangan yang Dikonsumsinya

“Kamu sialan! Mengerjakan ini saja tidak becus, apalagi mengerjakan hal yang lainnya”. itulah salah satu dialog dalam adegan sebuah sinetron yang di tayangkan di salah satu stasiun TV swasta. Sebuah adegan dimana seorang majikan memarahi pembantunya, alasannya sepele, gara-gara pembantunya tersebut menumpahkan air yang dibawanya.

Hal ini memperlihatkan suatu kenyataan bahwa betapa buruknya sinetron kita saat ini. pasti saja di dalamnya selalu menampilkan sesuatu hal yang berbau kebencian, permusuhan dan kekerasan. Baik sinetron tersebut menceritakan kisah percintaan ataupun kisah komedi bahkan religi.


Memang di satu sisi sinetron tersebut memberikan pelajaran, namun di sisi lain tidak mendidik bahkan terkesan ingin menghancurkan tatanan moral yang sudah dibangun. Tidak dapat dipungkiri, sangat besar sekali pengaruh televisi terhadap kehidupan kita. Baik dalam kehidupan sosial ataupun pribadi. Bila para penonton di rumah selalu disuguhi dengan tayangan-tayangan seperti itu, maka lambat laun dan secara tidak sadar akan terpengaruh.

Profesor George Gerbner memperkenalkan sebuah teori kultivasi (cultivation theory), yang mengungkapkan bahwa, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, televisi dapat membangun persepsi dalam benak kita tentang masyarakat dan budaya. Ini artinya, kontak kita dengan televisi mengajarkan kepada kita tentang dunia, individu-individunya, nilai-nilainya serta adat kebiasannya.

Salah satu sifat Manusia adalah meniru (imitate) tingkah laku orang lain. Menurut Albert Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997 : 14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. inilah yang disebut pembelajaran sosial, hal ini mencadangkan bahawa seorang individu meniru tingkahlaku yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour) dan juga tingkahlakku yang tidak diterima masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya melibatkan mempelajari tingkahlaku yang diterima tetapi juga tingkahlaku tidak diterima. Ini adalah sama dengan proses generalisasi dan diskriminasi yang diutarakan oleh Skinner.

Tayangan yang sangat kental sekali aroma kebencian, permusuhan dan kekerasan yang disuguhkan saat ini, lambat laun akan membentuk mental dan moral para penontonnya untuk menuju kepada kehancuran. Bagaimana tidak, apa yang kita lihat tersebut akan kita tiru. Sehingga efek dari sebuah media yang sering menampilkan hal semacam ini akan berimbas pada prilaku kita, dan juga akan membentuk kebiasaan atau budaya disekitar kita.

Akan lebih bahaya lagi jika aroma negative tersebut sudah menjadi hal yang biasa, dan merebak dilingkungan sosial kita. Umpamanya, ada orang yang akan berbicara kotor dan kebetulan di tempat tersebut orang-orangnya suka berbicara kotor, maka orang yang akan berbicara kotor tersebut tidak akan merasa malu atapun risih. Karena perkataan semacam itu sudah dianggap hal yang wajar ketika berkomunikasi. Hal yang wajar ini akan menjadi sebuah kebiasaan dan dianggap bukan sesuatu yang memalukan. Lain halnya bila kita berada di tempat orang-orang yang halus dalam bertutur kata, maka bila kita akan mengatakan sesuatu yang kotor akan merasa malu atau risih. Karena hal semacam itu tidak wajar untuk dikatakan.

Artinya bila setiap hari kita selalu dijejali dengan kebencian, permusuhan dan keangkuhan atau disuguhi dengan hal-hal yang semacam itu, maka tidak aneh jika suatu saat kita menganggap bahwa itu adalah hal yang wajar dan tidak akan mersa malu ataupun dosa dengan perbuatan semacam itu.

Seharusnya tayangan-tayangan lebih menekankan pada penanaman moral yang lebih baik. Karena mau tidak mau kemajuan bangsa ini juga akan ditentukan oleh tayangan-tayangan yang dikonsumsinya. Bila hal ini tidak disadari maka akan sangat berbahaya sekali bagi moral manusia umunya dan bangsa ini khususnya.

(Penulis adalah Deli Luthfi Rahman, Mahasiswa Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, angkatan 2008)

Rabu, 26 Mei 2010 di 12.39

0 Comments to "Karakter Bangsa Ditentukan Tayangan yang Dikonsumsinya"

Posting Komentar